Kaki
saya melangkah dengan cepat menyusuri sungai La Seine yang membelah pusat Kota
Paris. Kota yang memiliki 400 taman dan ribuan bangunan tua nan menawan ini
sepertinya memang disediakan khusus bagi pejalan kaki. Notre Dame, Musse
d’Orsay, Musse du Louvre hingga Eiffel Tower yang terkenal itu telah selesai saya
eksplorasi hanya dengan berjalan kaki.
Oleh
Heriyanto, Paris
Saya
segera bergegas keluar dari penginapan begitu matahari mulai meninggi. Udara
kota Paris pagi itu cukup dingin, sekitar 10 derajat celcius. Makanya baju
tebal berlapis-lapis yang saya kenakan pun masih terasa kurang hangat. Maklum,
kulit tropis saya memang terbiasa dengan suhu udara Pontianak yang relatif
panas sepanjang tahun. Untung saat itu belum masuk musim dingin sehingga suhu
udara masih bisa ditolerir.
Teman saya, Tri Laksamana, yang berbaik hati memberi
tumpangan menginap gratis memberi saya selembar peta. Tri yang mahasiswa
kandidat doktor Astronomi itu sedang sibuk mengikuti sebuah konferensi Astronomi
sehingga tak sempat menemani. Sebagai gantinya Tri menjelaskan lokasi mana yang
harus saya kunjungi dan melingkari lokasi itu dalam peta.
Informasi dalam peta sangat lengkap. Selain memuat lokasi
wisata secara detail, ada juga info soal transportasi apa yang bisa dipakai, tempat
hiburan, hingga kemana kita harus menelpon bila kehilangan barang atau bila butuh
tenaga kesehatan. Tapi, meskipun sudah
punya peta, tetap saja kekawatiran muncul. Bagaimana kalau nanti saya
tersesat dan tidak bisa kembali?
Beruntung lokasi penginapan saya yang berada di sekitar
Bibliotheque Francois Mitterand tidak jauh dari sungai La Seine yang membelah
pusat kota Paris. Kebetulan tempat-tempat menarik yang sudah
ditandai Tri Laksamana berada di sepanjang sungai ini. Saya tinggal melihat
peta dan kemudian menyusuri pinggiran sungai La Seine.
Sungai Seine tentu bukan apa-apa bila dibandingkan dengan
sungai Kapuas, baik dari sisi panjang maupun lebarnya. Tapi sungai ini jauh
melampaui Kapuas dalam hal keindahan, kebersihan, dan penataannya. Kapal-kapal
yang membawa para turis hilir mudik di sepanjang sungai. Pemerintah Perancis
tampaknya amat serius menata sungai ini sehingga menjadi daya tarik bagi para wisatawan. Saya pikir
jika Kapuas ditata seperti La Seine tentu akan jauh lebih menawan.
Meski hanya berbekal peta, tidak ada kesulitan yang
berarti selama perjalanan. Nyatanya saya tidak tersesat. Kalaupun ada masalah hanyalah
kendala bahasa. Kebanyakan warga Perancis tidak berbahasa Inggris. Entah tidak
bisa atau tidak mau, saya tidak tahu. Yang jelas, beberapa kali saya bertanya
dalam bahasa Inggris, mereka akan menjawab dalam bahasa Perancis. Jadi pusing
dibuatnya karena terus terang saya tidak bisa berbahasa Perancis.
Di sepanjang jalan saya terus membidikan kamera. Di
sana-sini ada saja hal yang unik. Kota Paris memang sangat indah. Bangunan-bangunan
tua dengan arsitektur khas Eropa menghiasi setiap sudut kota. Gedung modern
tentu saja ada. Namun Pemerintah Perancis tampaknya ingin mempertahankan
bangunan-bangunan tua untuk menarik para turis. Meski sudah berumur,
bangunan-bangunan lawas itu masih sangat terawat. Beberapa diantaranya misalnya
Notre Dame, Musse d’Orsay, Musse du Louvre, atau Grand Palais. Tak salah bila kota
ini disebut sebagai salah satu kota paling romantis di dunia. Kabarnya, pasukan
musuh yang pada perang dunia kedua menduduki Perancis mengurungkan niat membom
kota Paris setelah melihat keindahan kota ini.
Baik,
lupakanlah soal bangunan-bangunan tua yang menawan. Ada hal lain yang membuat
saya terkesan. Di Paris banyak sekali taman luas yang berisi berbagai macam
bunga dan pepohonan. Di sana orang bebas untuk sekadar duduk berlama-lama
sambil membaca buku, berjalan-jalan bersama kekasih tercinta, atau lari pagi menikmati
udara segar. “With some 400 parks, Paris was made for walking,” begitu kalimat
yang saya baca di Peta. Dengan memiliki sekitar 400 taman, Paris memang sebuah
tempat yang pas untuk berjalan-jalan.
Saya
sempat mengunjungi Galirie de Botanique, yakni sebuah kebun botani yang sangat
luas. Bunga-bunga yang indah tampak terawat dengan baik. Di taman itu banyak
anak sekolah yang terlihat sedang sibuk mencatat nama-nama bunga. Selain tujuan
wisata, taman-taman di Paris memang dijadikan sebagai lokasi belajar bagi
anak-anak sekolah untuk mengenal alam sekitarnya. Saya kira Pontianak butuh lebih
banyak ruang publik semacam itu.
Kaki
saya sudah mulai pegal setelah berkeliling ke berbagi tempat. Tapi ada satu tempat
yang belum saya kunjungi yakni Eiffel Tower. Baru sampai di Grand Palais yang
lokasinya tidak seberapa jauh dari Eiffel, hujan mengguyur dengan deras. Saya
berhenti di sebuah cafe di pinggir jalan. Enak juga sambil menikmati sebuah
roti isi daging yang cukup besar sembari menunggu hujan reda. Cukuplah untuk mengganjal
perut yang lapar.
Hujan
berhenti dan saya bergegas menuju Eiffel Tower. Belum ke Paris rasanya bila
belum menyambangi menara Eiffel. Menara ini memang sangat terkenal. Di
Indonesia sampai-sampai ada judul film: Eiffel I‘m In Love. Setelah beberapa menit berjalan akhirnya saya
bisa melihat dari dekat Menara Eiffel. Tak perlu menunggu lama-lama, langsung
saja saya pasang aksi jeprat jepret. “Could you take me a picture, please?”
Karena cuma sendiri mau tak mau saya harus meminta bule-bule di sana untuk memotret
saya.
Saya
kembali ke penginapan dengan hati senang. Di malam harinya saya masih sempat
menikmati gemerlap lampu-lampu yang menghiasi kota Paris. Benar-benar indah. Ini
perjalanan yang luar biasa! (*)
No comments:
Post a Comment