Friday, December 30, 2011

Menjadi Penyampai Suara-Suara Kecil di Daerah


Oleh Heriyanto, Pontianak

Suara-suara kecil itu seringkali tak terdengar hingga ke gedung besar di Senayan, Jakarta.

Di suatu sore, Alatief Arahman dengan suara bergetar bercerita panjang lebar tentang apa yang dialaminya. Mata-matanya berkaca-kaca. Alatief adalah kepala adat di desa Dabung, Kubu Raya, Kalimantan Barat. Dia tak pernah membayangkan bakal berurusan dengan polisi. Dia bukan pencuri, perampok, atau penjahat kriminal lain.

Semua berpangkal pada usaha tambak yang digeluti sejak 1992. Tambak ini merupakan areal percontohan yang disupport dinas terkait. Pejabat kerap melakukan panen raya. Termasuk dua orang gubernur.

Friday, December 23, 2011

Bekana, Seni Bertutur yang Hampir Hilang


Tradisi seni bertutur Dayak Desa yang disebut Bekana kini terancam punah. Hanya sedikit orang tua yang masih menguasainya, sementara anak-anak lebih tertarik pada musik populer. Saya datang ke desa Ensaid Panjang, Sintang, mendengarkan orang-orang tua melantunkan Bekana yang hampir hilang.

Oleh Heriyanto, Sintang

Di sebuah rumah panjang di desa Ensaid Panjang, Sintang, Kalimantan Barat, Hermanus Bintang asyik melantunkan bait-bait Kana atau syair. Suaranya sesekali meninggi, di lain waktu merendah. Warga desa lain, yang sebagian besar orang tua, duduk mendengarkan.

Friday, December 16, 2011

Hamburg, Sebuah Penantian

Oleh Heriyanto

Di sebuah tempat tak jauh dari sungai Elba, di sebuah taman yang dipenuhi bunga-bunga, Max duduk terpekur. Dipandanginya foto Clara Sach yang sedang tersenyum seolah-olah hidup dan berbicara dengan manis. Diusap-usapnya foto itu dengan jemarinya.

Hamburg sore itu basah setelah diguyur hujan. Dulu ia dan Clara sering menyusuri Rentzelstraße menuju sungai Elba di sebelah selatan pusat kota, seusai menjalani perkuliahan yang padat. Mereka biasanya akan mampir dulu di sebuah toko buku kecil atau mencari sepotong pizza yang mudah ditemui di sepanjang Rentzelstraße. Buku karangan Victor Hugo, Notra Dame De Paris dan Les Miserables habis mereka baca bersama-sama. Setelah itu mereka akan memandangi Philodendron yang saat itu sedang tumbuh subur. Warna hijau beradu dengan matahari.

Tuesday, December 13, 2011

Cerita tentang Rumah Betang di Ensaid Panjang


Rumah betang adalah rumah tradisional Suku Dayak. Rumah ini berbentuk rumah panggung dengan panjang mencapai lebih seratus meter. Jumlahnya kini kian sedikit. Yang masih bertahan pun kondisinya sudah tua, satu diantaranya di Desa Ensaid Panjang, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Di masa depan cerita soal Rumah Betang barangkali hanya bisa dilihat di kartu pos dan perangko.

Oleh Heriyanto, Sintang

Hujan rintik-rintik membasahi dedaunan di sekitar rumah betang, Desa Ensaid Panjang, Kabupaten Sintang Kalimantan Barat. Hari masih pagi. Sebagian warga lebih memilih beraktivitas di dalam Betang. Ada yang mengayam, ada yang menenun, dan ada pula yang menumbuk beras.

Menikmati Sepotong Coklat di Belgia


Oleh Heriyanto, Brussel, Belgia


Ging Ginanjar mengompori saya untuk berkunjung ke Brussel, Belgia. Ging adalah warga negara Indonesia yang beristri warga Perancis dan sekarang tinggal di Brussel. “Sudah sampai di Eropa, rugi kalau tidak mampir ke Belgia. Belum tentu ada kesempatan lagi,” ujarnya. Saya pikir betul juga apa yang dikatakan Ging.

Apalagi saya punya visa schengen (baca sengen) yakni visa yang bisa digunakan di 16 negara di Eropa. Artinya saya tidak perlu mengurus visa lagi bila ingin masuk ke setiap negara itu, termasuk Belgia. Dan enaknya di Eropa transportasi sangat mudah dan nyaman. Terutama kereta. Ada kereta yang khusus melayani perjalanan antar negara. Nyaman namun tidak begitu mahal. Karena itulah saya dengan sukarela menggunakan kereta. Dari Perancis ke Brussel hanya butuh waktu sekitar 2 jam saja dengan kecepatan kereta 100-150 km perjam.

Di Belanda, Gadis Cantik Pun Mencintai Ontel

Oleh Heriyanto, Amsterdam

Gerimis menambah dingin Amsterdam pagi itu. Saya singgah sebentar di sebuah kafe dan memesan minuman untuk menghangatkan badan. Di depan kafe terlihat banyak sepeda terparkir dengan rapi. Sebagian digembok, sebagian lagi dibiarkan begitu saja.  

Dari kafe saya bisa memandangi jalan dengan leluasa. Menarik sekali melihat sejumlah gadis berpakaian modis dengan santai mengongkel sepeda di tengah gerimis.  Beberapa diantara mereka tidak sungkan mengenakan mantel. Bahkan, ada pula yang menggunakan payung sembari mengontel. Saya tidak pernah melihat ini sebelumnya di Indonesia.

Monday, December 12, 2011

Hati yang Gerimis di Kota Bonn


Oleh Heriyanto, Bonn

Hujan menyapa Kota Bonn pagi itu. Udara dingin menusuk tulang. Saya sebenarnya sudah siap-siap berangkat menuju bekas Kedutaan Indonesia di jalan Bernkasteler Strasse. Saya sudah membayangkan setelah solat ID bisa menyantap berbagai masakan Indonesia yang gurih itu. Maklum selama di Jerman, susah sekali mau mencari menu masakan Indonesia

Tapi hujan tak kunjung reda. Masalahnya saya tak punya mantel, payung apalagi. Padahal di Jerman setiap orang wajib punya payung. Di Indonesia khan bisa cari daun pisang. Ah, alamat tak jadi menikmati makanan yang enak-enak itu, pikir saya.

Mengeksplorasi Romantisme Kota Paris


Kaki saya melangkah dengan cepat menyusuri sungai La Seine yang membelah pusat Kota Paris. Kota yang memiliki 400 taman dan ribuan bangunan tua nan menawan ini sepertinya memang disediakan khusus bagi pejalan kaki. Notre Dame, Musse d’Orsay, Musse du Louvre hingga Eiffel Tower yang terkenal itu telah selesai saya eksplorasi hanya dengan berjalan kaki.

Oleh Heriyanto, Paris

Saya segera bergegas keluar dari penginapan begitu matahari mulai meninggi. Udara kota Paris pagi itu cukup dingin, sekitar 10 derajat celcius. Makanya baju tebal berlapis-lapis yang saya kenakan pun masih terasa kurang hangat. Maklum, kulit tropis saya memang terbiasa dengan suhu udara Pontianak yang relatif panas sepanjang tahun. Untung saat itu belum masuk musim dingin sehingga suhu udara masih bisa ditolerir.

Ingin Melihat Bekantan, Justru Bertemu Lumba-lumba

Oleh Heriyanto, Kubu Raya

Perahu motor yang kami tumpangi berjalan pelan menyusuri sungai di kawasan hutan mangrove Desa Kubu, Kabupaten Kubu Raya. Di kanan kiri sungai terlihat pohon-pohon bakau memagari kawasan ini. Ini kawasan yang sangat indah. Daun-daun bakau terlihat hijau menyejukkan pandangan. Seringkali kami yang duduk di luar perahu harus merunduk jika tidak ingin wajah kami terkena ranting atau kayu bakau yang melintang di atas sungai.

Kami datang bertujuh. Ada Sergio dari Spanyol, Jonas dari Denmark, serta Dedy Armayadi, Supri Adi, Aline Koq, dan Pay Jarot Sujarwo dari Pontianak. Sergio dan Jonas adalah dua pemuda backpaker dari luar negeri. Keduanya ingin melihat Bekantan yang kabarnya sering ditemui di kawasan ini. Mereka penasaran seperti apa rupa Bekantan yang kabarnya hidungnya mirip orang bule itu.

Ingin Dapat Pelayanan Kesehatan Murah? Lindungi Hutan

Heriyanto, Kayong Utara

Mau dapat potongan harga biaya kesehatan? Pastikan desa Anda tidak terlibat pembalakan liar. Itulah peraturan yang dibuat Klinik Kesehatan Asri yang terletak di Taman Nasional Gunung Palung, Kalimantan Barat. Reporter Heriyanto mengajak kita masuk ke hutan dan melihat bagaimana klinik ini menjalankan aturan tersebut.

Di pagi hari sudah ada antrian panjang orang-orang yang menunggu gilirannya mendapatkan perawatan kesehatan di klinik Alam Sehat, Asri.  Nurman cemas. Pasalnya hari ini ia harus mengeluarkan uang yang lebih banyak dari biasanya demi mendapatkan perawatan kesehatan. Ia berasal dari sebuah desa yang mendapatkan predikat ‘merah’ – artinya, di sana masih ditemukan pembalakan liar.

Sang Penjaga Hutan


Oleh Heriyanto, Bengkayang


Damianus Nadu berjalan cepat masuk ke dalam hutan. Sesekali dia menebaskan parangnya, membuka jalan agar mudah dilalui. Dedaunan masih basah oleh hujan semalam. Sepanjang perjalanan, suara burung terdengar bersahutan di dalam hutan lebat yang berisi pohon-pohon besar tinggi menjulang.

Hutan inilah yang dijaga oleh Damianus Nadu, 47 tahun seorang bekas pembalak liar yang berinisiatif mempertahankan hutan adat seluas 200 hektar itu. “Ini demi anak cucu nanti. Saya telah banyak melihat banyak sekali hutan yang menghilang oleh perusahaan kayu. Saya khawatir dan kasihan sekali melihat anak cucu nanti. Jika mereka mengenal jenis-jenis tanaman seperti bengkirai, kapur dan lain sebagainya, mereka hanya mengenal nama saja,” ujar warga Desa Sahan, Kecamatan Seluas, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat ini.

Sunday, December 11, 2011

Tato Dayak, Kunci Menuju Surga


Oleh Heriyanto, Kapuas Hulu 

Di sebuah rumah panjang, rumah tradisional suku Dayak, Ganim (60) membuka baju dan memperlihatkan Tato yang memenuhi hampir seluruh bagian tubuhnya, mulai punggung, dada, tangan, kaki, hingga leher. Punggung adalah bagian tubuh yang paling banyak dipenuhi tato.

Bentuk tato di tubuh Ganim beragam. Ada yang bergambar bunga, bulatan, hewan, atau symbol mata angin. Beberapa bentuk tato terlihat aneh. Misalnya saja gambar burung garuda dan di atasnya ada tulisan Singapura. Tato lain yang juga cukup unik adalah gambar pesawat terbang. “Banyak yang bertanya pada saya apa arti tato saya ini,” ujar tokoh masyarakat Dayak Iban di Desa Kelawik, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat ini.

The Story Of Tatung

Pagi itu, lebih dari 700 Tatung melakukan arak-arakan mengitari jalan-jalan utama di pusat Kota Singkawang, Kalimantan Barat. Warga Tionghoa percaya, Tatung bisa membersihkan kota dari segala marabahaya dan mendatangkan rezeki. Meski memiliki keistimewaan, hidup sebagai Tatung tidaklah enak untuk dijalani. Tapi mereka tak bisa menolak apa yang sudah diwajibkan pada mereka.

Oleh: Heriyanto, Singkawang

Sebelum melakukan arak-arakan, para Tatung berdoa di kelenteng mereka masing-masing. Bau setanggi atau dupa menyeruak di sekitar kelenteng. Lilin-lilin besar berwarna merah, menyala sepanjang hari.

Memburu Ringgit di Kebun Sawit

Cerita mengenai pekerja perkebunan sawit asal Indonesia di Malaysia jarang sekali terdengar. Padahal jumlah mereka mencapai 80 persen dari total pekerja asing di sektor itu. Peranan pekerja Indonesia ini sangat penting bagi perkembangan ekonomi Malaysia. Namun sebagian besar pekerja itu hidup di daerah pelosok di camp-camp pekerja. Gaji kecil dan hidup tanpa fasilitas memadai.

Oleh Heriyanto-Kuala Lumpur, Kuching, dan Entikong

Sore yang cerah itu mobil kami mulai memasuki perkebunan sawit yang luas di kawasan Pekan Semunjan, Negara Bagian Serawak, Malaysia. Semua ruas jalan di perkebunan itu terlihat serupa dan dimana pohon-pohon sawit berdiri rapi di kanan dan kiri jalan. Ini seperti memasuki sebuah labirin, keliru mengambil jalan alamat akan tersesat.

Indigenous People's Community Radio in West Borneo


This community radio is very simple, with no sophisticated equipment such as computers or laptops. A VCD player is used to broadcast songs, drama, and other programmes. But despite its simple operation Radio Sunia Nawangi has got a lot of listeners.

Radio Sunia Nawangi was founded eight years ago and is located in Tunang village in Bengkayang district in West Kalimantan, Indonesia. People in this region have limited access to information be it television or radio. The existence of Radio Sunia Nawangi has helped people gain access to information.

Want Cheap Health Care? Protect Your Forests


Want to get a discount on your medical bills? Well make your your village is not involved in any illegal logging activities. That’s the rule at the sustainable nature Asri Health Clinic, located near a National Park in West Kalimantan on the Indonesian island of Borneo. Reporter Heriyanto takes us deep into the jungle to see how clinic enforces this rule.

Saturday, December 10, 2011

Border School Gives Hope to Indonesian Migrant Workers

Children of Indonesian migrant workers in Malaysia are missing out on an education. They don’t have the documents needed to go state run schools and they can’t affroad private education. As a result many fall victims to human traffickers.


To fill this gap, a school has been set-up in Entikong-on the Malaysian-Indonesian border on the Island of Borneo.  As Heriyanto found out the owners of school pick the children up from remote areas of Malaysia.