Monday, December 12, 2011

Mengeksplorasi Romantisme Kota Paris


Kaki saya melangkah dengan cepat menyusuri sungai La Seine yang membelah pusat Kota Paris. Kota yang memiliki 400 taman dan ribuan bangunan tua nan menawan ini sepertinya memang disediakan khusus bagi pejalan kaki. Notre Dame, Musse d’Orsay, Musse du Louvre hingga Eiffel Tower yang terkenal itu telah selesai saya eksplorasi hanya dengan berjalan kaki.

Oleh Heriyanto, Paris

Saya segera bergegas keluar dari penginapan begitu matahari mulai meninggi. Udara kota Paris pagi itu cukup dingin, sekitar 10 derajat celcius. Makanya baju tebal berlapis-lapis yang saya kenakan pun masih terasa kurang hangat. Maklum, kulit tropis saya memang terbiasa dengan suhu udara Pontianak yang relatif panas sepanjang tahun. Untung saat itu belum masuk musim dingin sehingga suhu udara masih bisa ditolerir.

Meski dingin saya tetap memutuskan menikmati suasana kota dengan berjalan kaki. Alasan saya sederhana: dengan berjalan kaki saya bisa berburu foto secara leluasa. Sebenarnya bisa saja saya naik kereta atau bus. Di dompet masih ada 9 buah tiket yang belum terpakai. Naik kereta tentu jauh lebih nyaman dan bisa menghemat tenaga. Tapi resikonya, saya akan kehilangan kesempatan menikmati sejumlah tempat yang menarik.

Teman saya, Tri Laksamana, yang berbaik hati memberi tumpangan menginap gratis memberi saya selembar peta. Tri yang mahasiswa kandidat doktor Astronomi itu sedang sibuk mengikuti sebuah konferensi Astronomi sehingga tak sempat menemani. Sebagai gantinya Tri menjelaskan lokasi mana yang harus saya kunjungi dan melingkari lokasi itu dalam peta.

Informasi dalam peta sangat lengkap. Selain memuat lokasi wisata secara detail, ada juga info soal transportasi apa yang bisa dipakai, tempat hiburan, hingga kemana kita harus menelpon bila kehilangan barang atau bila butuh tenaga kesehatan. Tapi, meskipun sudah  punya peta, tetap saja kekawatiran muncul. Bagaimana kalau nanti saya tersesat dan tidak bisa kembali?

Beruntung lokasi penginapan saya yang berada di sekitar Bibliotheque Francois Mitterand tidak jauh dari sungai La Seine yang membelah pusat kota Paris. Kebetulan tempat-tempat menarik yang sudah ditandai Tri Laksamana berada di sepanjang sungai ini. Saya tinggal melihat peta dan kemudian menyusuri pinggiran sungai La Seine.

Sungai Seine tentu bukan apa-apa bila dibandingkan dengan sungai Kapuas, baik dari sisi panjang maupun lebarnya. Tapi sungai ini jauh melampaui Kapuas dalam hal keindahan, kebersihan, dan penataannya. Kapal-kapal yang membawa para turis hilir mudik di sepanjang sungai. Pemerintah Perancis tampaknya amat serius menata sungai ini sehingga menjadi daya tarik  bagi para wisatawan. Saya pikir jika Kapuas ditata seperti La Seine tentu akan jauh lebih menawan.

Meski hanya berbekal peta, tidak ada kesulitan yang berarti selama perjalanan. Nyatanya saya tidak tersesat. Kalaupun ada masalah hanyalah kendala bahasa. Kebanyakan warga Perancis tidak berbahasa Inggris. Entah tidak bisa atau tidak mau, saya tidak tahu. Yang jelas, beberapa kali saya bertanya dalam bahasa Inggris, mereka akan menjawab dalam bahasa Perancis. Jadi pusing dibuatnya karena terus terang saya tidak bisa berbahasa Perancis.

Di sepanjang jalan saya terus membidikan kamera. Di sana-sini ada saja hal yang unik. Kota Paris memang sangat indah. Bangunan-bangunan tua dengan arsitektur khas Eropa menghiasi setiap sudut kota. Gedung modern tentu saja ada. Namun Pemerintah Perancis tampaknya ingin mempertahankan bangunan-bangunan tua untuk menarik para turis. Meski sudah berumur, bangunan-bangunan lawas itu masih sangat terawat. Beberapa diantaranya misalnya Notre Dame, Musse d’Orsay, Musse du Louvre, atau Grand Palais. Tak salah bila kota ini disebut sebagai salah satu kota paling romantis di dunia. Kabarnya, pasukan musuh yang pada perang dunia kedua menduduki Perancis mengurungkan niat membom kota Paris setelah melihat keindahan kota ini.

Baik, lupakanlah soal bangunan-bangunan tua yang menawan. Ada hal lain yang membuat saya terkesan. Di Paris banyak sekali taman luas yang berisi berbagai macam bunga dan pepohonan. Di sana orang bebas untuk sekadar duduk berlama-lama sambil membaca buku, berjalan-jalan bersama kekasih tercinta, atau lari pagi menikmati udara segar. “With some 400 parks, Paris was made for walking,” begitu kalimat yang saya baca di Peta. Dengan memiliki sekitar 400 taman, Paris memang sebuah tempat yang pas untuk berjalan-jalan. 
Saya sempat mengunjungi Galirie de Botanique, yakni sebuah kebun botani yang sangat luas. Bunga-bunga yang indah tampak terawat dengan baik. Di taman itu banyak anak sekolah yang terlihat sedang sibuk mencatat nama-nama bunga. Selain tujuan wisata, taman-taman di Paris memang dijadikan sebagai lokasi belajar bagi anak-anak sekolah untuk mengenal alam sekitarnya. Saya kira Pontianak butuh lebih banyak ruang publik semacam itu.

Kaki saya sudah mulai pegal setelah berkeliling ke berbagi tempat. Tapi ada satu tempat yang belum saya kunjungi yakni Eiffel Tower. Baru sampai di Grand Palais yang lokasinya tidak seberapa jauh dari Eiffel, hujan mengguyur dengan deras. Saya berhenti di sebuah cafe di pinggir jalan. Enak juga sambil menikmati sebuah roti isi daging yang cukup besar sembari menunggu hujan reda. Cukuplah untuk mengganjal perut yang lapar.

Hujan berhenti dan saya bergegas menuju Eiffel Tower. Belum ke Paris rasanya bila belum menyambangi menara Eiffel. Menara ini memang sangat terkenal. Di Indonesia sampai-sampai ada judul film: Eiffel I‘m In Love.  Setelah beberapa menit berjalan akhirnya saya bisa melihat dari dekat Menara Eiffel. Tak perlu menunggu lama-lama, langsung saja saya pasang aksi jeprat jepret. “Could you take me a picture, please?” Karena cuma sendiri mau tak mau saya harus meminta bule-bule di sana untuk memotret saya.

Saya kembali ke penginapan dengan hati senang. Di malam harinya saya masih sempat menikmati gemerlap lampu-lampu yang menghiasi kota Paris. Benar-benar indah. Ini perjalanan yang luar biasa! (*)

No comments: