Monday, December 12, 2011

Ingin Dapat Pelayanan Kesehatan Murah? Lindungi Hutan

Heriyanto, Kayong Utara

Mau dapat potongan harga biaya kesehatan? Pastikan desa Anda tidak terlibat pembalakan liar. Itulah peraturan yang dibuat Klinik Kesehatan Asri yang terletak di Taman Nasional Gunung Palung, Kalimantan Barat. Reporter Heriyanto mengajak kita masuk ke hutan dan melihat bagaimana klinik ini menjalankan aturan tersebut.

Di pagi hari sudah ada antrian panjang orang-orang yang menunggu gilirannya mendapatkan perawatan kesehatan di klinik Alam Sehat, Asri.  Nurman cemas. Pasalnya hari ini ia harus mengeluarkan uang yang lebih banyak dari biasanya demi mendapatkan perawatan kesehatan. Ia berasal dari sebuah desa yang mendapatkan predikat ‘merah’ – artinya, di sana masih ditemukan pembalakan liar.
Nurman, 60 tahun, mengaku sudah mencoba menghentikan para pembalak liar. “Saya ini kan orang sakit, saya bilang begitu,” ujarnya kepada para pembalak, ”Kalau hutan ditebang, daerah kami merah. Orang sakit yang kena bebannya. Kalian mencari keuntungan, tapi saya yang dapat masalahnya. Saya berobat mahal. Sedang kalian tidak mau kasih saya uang,”

Desa ini sebelumnya pernah berhasil menjadi ‘desa hijau’. Saat itu selama dua bulan Nurman hanya membayar biaya berobat 115 ribu rupiah. Namun belakangan ini, penebangan hutan kembali marak. Uang berobat yang biasanya dipakai untuk dua bulan, sekarang hanya cukup untuk satu bulan saja.

Adi Bejo Suwardi adalah staff Klinik Asri berkata, ”Nah kalau misalnya daerahnya rusak, misalnya ada penebangan hutan di situ, ada sawmill di situ, dan masyarakatnya kurang peduli dan kurang aktif melestarikan taman nasional kalau mereka berobat ke klinik asri lebih mahal sedikit. Meski kita tetap kasih diskon sekitar 30an persen.“

Hutan yang ia maksud adalah Taman Nasional Gunung Palung, rumah bagi orangutan yang terancam punah. Dokter asal Amerika Serikat bernama Kinari Webb mendirikan klinik ini di pinggiran taman nasional tersebut, tiga tahun lalu.

“Tujuh belas tahun yang lalu ketika saya tinggal di hutan. Saya punya seorang teman bernama Pak Tadin yang juga kerja di Hutan. Pak Tadin suatu hari terluka di tangan kanan. Luka itu sebenarnya tidak terlalu besar. Ya besar, tetapi tidak terlalu besar. Tapi Pak Tadin takut sekali. Dia orang yang kuat dan berani. Tetapi dengan luka kecil itu dia sudah takut sekali seperti mau mati,” cerita Kinari. Dan sejak itu Kinari tahu bahwa pemahaman orang lokal mengenai kesehatan sangat minim.

“Pak Tadin belum pernah kena suntik tetanus. Tidak ada akses ke antibiotik saat itu. Dia tidak mengerti tentang kuman dan lain-lain. Dan itu tangan kanan. Penting baginya untuk mencari uang. Bila dia tidak bisa kerja keluarga tak bisa hidup.“ Maka ia mendirikan klinik ini.
Ia menunjukkan kebun organik yang terletak di sebelah Klinik Asri. Kalau para pasien tidak mampu bayar biaya perwatan kesehatan dengan uang, mereka bisa bekerja di ladang-ladang ini atau memberikan benih.

Menurut Kinari, warga menebang pohon karena tak punya alternatif pekerjaan lain. Karenanya ia membuat kursus pelatihan pertanian berskala kecil. Warga setempat, Srikandi, ikut pelatihan tersebut.

“Karena masyarakat kami ini khan 85 persen adalah petani, sementara sisanya 15 persen adalah perambah hutan. Namun sekarang dengan adanya pelatihan dari Klinik Asri, bisa mengalihkan masyarakat dari merambah hutan menjadi petani. Jadi sedikit demi sedikit masyarakat kami sudah menanam sayuran,” ujar Srikandi.

Menurut Kinari, Klinik Asri adalah kombinasi antara kesehatan dan lingkungan. “Filosofi kami, bahwa dunia tidak bisa sehat kalau manusia tidak sehat dan lingkungan juga tidak sehat. Jadi dua-duanya harus sehat supaya masa depan sehat untuk kita semua. Jadi kami pikir hanya solusi yang kombinasi kedua-duanya bisa selamatkan kita untuk masa depan. Jadi selamatkan hutan juga selamatkan manusia.”

Sejak klinik ini berdiri, lebih banyak orang yang sadar akan pentingnya pelestarian hutan. “Jadi ada perubahan lah dari pola hidup masyarakat yang mulai sadar. Mereka merasakan kalau debit air sudah mulai berkurang. jadi mereka mulai sadar, ketika mereka menebang pohon, mereka juga mengurangi jatah air untuk hidup mereka."

Selain desa merah dan hijau, ada juga kategori desa biru dan ungu. Desa biru adalah desa yang tidak berbatasan dengan Taman Nasional Gunung Palung dan masih ada pembalakan liar di sana. Sementara daerah ungu adalah daerah yang belum membuat kesepakatan dengan Klinik Asri, misalnya untuk menjaga hutannya. Desa seperti ini tak dapat diskon berobat di klinik.

Desa Benawai Agung membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk mendapt predikat desa hijau. Dulu, hampir setiap hari para pembalak liar menebang pohon di taman nasional. Sepertiga hutan di desa itu kini sudah hilang. Tapi kini terjadi perubahan. Pembalakan liar perlahan  mulai menghilang.

Alhasil, warga desa bisa menikmati potongan 70 persen di klinik kesehatan Asri. Ini membuat Ranita senang sekali. ”Yang tidak mampu kan bisa tertolong dengan adanya Klinik Asri ini. Jadi masyarakat tuh tidak memikirkan untuk biaya berobat lah," ujar Ranita.

Dr Kinari Webb mengatakan, dunia akan berterima kasih pada masyarakat setempat di dearah sekitar Taman Nasional Gunung Palung, karena telah menjaga hutan mereka.

“Kami bisa lihat banyak perbedaan hanya dalam tiga tahun ini. Banyak orang ceritakan bahwa sebelum mereka ke klinik mereka tidak begitu sadar bahwa kesehatan manusia juga sangat tergantung kesehatan dunia. Mereka kini sudah sangat sadar bahwa hutan sangat penting. Dan masyarakat di daerah ini bilang mereka jauh lebih sadar bahwa bila mereka masih ingin mendapatkan air di masa mendatang mereka harus menjaga hutan,” tutupnya. (*)

No comments: