Tuesday, March 13, 2007

Sanusi, Si Petani Lebah Kalbar

oleh: Heriyanto dan Dedy Armayadi

Sanusi membuka kotak ko­loni le­bah madu itu. Sam­bil mengibas-ngibas­kan po­to­ngan karung goni yang ber­a­sap, tanpa rasa ta­­kut ia mengangkat sarang lebah. Be­gitu ke­­luar dari kotak, sebagian le­bah-lebah pun beterbangan. “Jangan dite­pis,” se­ru­nya ketika lebah-lebah itu me­nga­rah ke wajah kami yang akan me­ngam­bil gambar.
Sa­rang itu tampak hitam dipenuhi le­bah. Pada beberapa tempat yang tak dihinggapi lebah terlihat madu yang berwarna kecoklatan. Hanya dibagian atas sarang saja yang terlihat putih de­ngan lubang-lubang kosong. “Kalau sa­rangnya sudah membungkus madunya, itu ber­arti boleh dipanen,” jelas Sanusi seraya menunjuk sarang yang diang­kat­nya itu.
Kemudian Sanusi mematahkan se­dikit sarang berisikan madu, lalu ia be­ri­kan kepada kami. “Ayo dimakan,” seru­nya. Dan kami pun merasakan madu itu.
Bagaimana rasanya ? “Ehm..., ma­nis seperti paras Dian Sastro,” kata Dedy bercanda. Kami pun tergela.
***
Sanusi adalah seorang peternak le­bah madu “Istana Lebah”, Sungai Ku­nyit, Kabupaten Pontianak. Ia membu­di­dayakan lebah di halaman rumah dan di ke-bunnya. Kotak-kotak berukuran kurang lebih 60 cm x 40 cm berisi ko­loni-koloni lebah dari jenis lokal (Avis cerana) ia letakkan di 4 titik rumahnya yang berada di Jalan Manunggal XIII No 1 RT 01 RW 02 Sungai Kunyit. “Se­ba­gi­an saya taruh kotak di kebun,” ung­kap Sanusi yang saat ini memiliki 25 kotak koloni lebah, di mana dalam satu koloni berisikan sekitar 10.000-20.000 lebah.
Pria yang juga guru di sebuah Seko­lah Dasar Negeri Sungai Kunyit ini meng­­ge­luti budidaya lebah madu sejak tahun 1983. Kemampuannya membu­di­dayakan lebah datang dari orang­tuanya. Orang-tuanya sendiri adalah pe­rintis usaha perlebahan madu di daerahnya.
Menurut Departemen Kehutanan (2001), di Indonesia usaha perlebahan madu meliputi tiga jenis lebah, yaitu bu­di­­daya lebah jenis lokal (Apis ce­ra­na), jenis lebah Eropa (Apis melli­fera), dan pemungutan madu lebah hutan (A­pis dorsata).
Di Kalbar, yang lebih banyak adalah pemungutan madu lebah hutan yang dilakukan oleh masyarakat di sekitar hu­tan, seperti masyarakat di kawasan Ta­man Nasional Danau Sentarum, Ka­puas Hulu. Sementara budidaya lebah madu seperti yang dilakukan Sanusi ti­dak terlampau banyak.
Menurut Sanusi lebah yang dapat dibudidayakan di Kalbar hanya jenis Apis cerana. Sedangkan lebah jenis le­bah Ero­pa sulit dibudidayakan di Kal­bar. “Sa­ya pernah mencoba membawa dan mengem-bangkan beberapa koloni le­bah madu itu dari Jawa, namun hasil­nya gagal. Le-bahnya tidak mampu menyesuaikan de-ngan kondisi di sini,” kata Sanusi.
Dalam pengembangan lebah madu, Sanusi mengakui terdapat beberapa kendala. Misalnya saja ketika tanaman bunga atau pohon yang menjadi pakan lebah mulai berkurang. “Madu ada, jika ada bunga, “ kata Sanusi.
Dahulu seki­tar tahun 1980-an sampai 1990-an, ba­nyak sekali pohon rambai di sekitar ru­mahnya. Waktu itu boleh dibilang ma­sa jaya-jayanya men­dapatkan madu. “Sayangnya ram­bai saat itu tidak laku dijual dan kurang menghasilkan, sehingga orangtua saya menebangi po­hon-pohon itu. Sejak saat itulah ma­du tak banyak lagi,” kata Sanusi. Kini, di sekitar rumahnya hanya terdapat buah kelapa. Madu yang dihasilkan tak lagi banyak.
Se­lain itu, ada satu hal yang me­mang persoalan remeh, tapi sangat ber­­pe­ngaruh dalam pengembangan le­bah madu, khususnya bagi pemula. “Ba­nyak di antara pemula yang saya bi­na kemudian berhenti karena tidak ta­­han dengan sengatan lebah. Bagi orang yang sudah lama sih tidak masa­lah, karena sudah terbiasa, tetapi bagi mereka yang baru, itu sangat berat,” pa­par Sanusi.
Soal pemasaran, Sanusi tidak me­ne­mui kendala karena banyak sekali per­mintaan madu. Bahkan ia sering ke-habisan stok. Banyak pembeli yang da-tang kepadanya untuk mencari ma­du asli. “Kalau jual madu gampang, me­reka datang sendiri cari madu asli. Da­lam sebulan bisa 10 orang cari ma­du ke sini, cuma kadang stok madunya ndak ada,” ujar Sanusi.
Satu botol volume 650 ml ia jual Rp 100.000 per botol, sedangkan untuk 150 ml madu harganya Rp 30.000 per botol. Jika dibandingkan dengan harga di pa-saran, harga jual madu Sanusi ini tergolong mahal. Di pasaran, seperti yang dijual di pasar Swalayan dan mal Ma-tahari, serta di kios-kios di sekitar PSP, harga madu untuk volume 650 ml paling tinggi Rp 55.400 per botol.
Dalam sebulan paling sedikit Sanusi men­jual 2 botol madu atau mempero­leh Rp 200.000. Pada bulan Desem­ber-Januari, saat banyak bunga ber­me­­ka­ran, pendapatan madu bisa men­capai sejuta lebih.
Selain membudidayakan Lebah Ma­du, Sanusi juga sering menjadi pe­latih dan fasilitator. Dari berbagai dae­rah di Kalbar pernah datang ke tempat­nya un­tuk berlatih membudidayakan madu. “Me­reka ingin mengembangkan budi­daya lebah. Pernah datang ke sini dari Kabupaten Kapuas Hulu, Sanggau, Beng­kayang, Ketapang, Pontianak dan Sam­bas, mereka belajar bagaimana mem­budidayakan lebah madu,” kata Sanu­si yang pernah magang di Pusat Perlebahan Nasional, Parung Panjang, Bogor tahun 1996 dan di Istana Lebah Kab Batang, Semarang tahun 2001.
Setiap pelatihan pembudidayaan ma­­du, yang menjadi fassi­litator hanya Sanusi sendiri. Sedangkan peserta yang datang merupakan masyarakat dari berbagai ka­bu­paten di kalbar yang diba-wa oleh Unit Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA), atau Unit Taman Na­sional. “Kalau pulang mereka (pe­ser­ta-red) biasanya membawa 15-60 koloni lebah untuk dibudidayakan,” ung­kap Sanusi. Tapi, kendati peserta pela­tihan tersebut telah membawa koloni lebah madu, sampai sekarang tidak ter­dengar kabar bagaimana pembudi­da­yaan madu di daerah-daerah.
Selain sebagai tempat pelatihan, di lokasi pembudidayaan lebah madu Sa­nu­si juga sering menjadi tempat pene­litian mahasiswa. “Mahasiswa yang se­ring meneliti di sini dari Fakultas Kehu­tanan Untan,” ungkap Sanusi.
***
Upaya-upaya yang dilakukan oleh Sanusi ini bisa menjadi pilot projek pengembangan hasil hutan bukan kayu. Madu, di samping sumber hutan bukan kayu lainnya seperti rotan, tumbuhan obat, getah, dan lainnya, bisa menjadi alternatif sumber pendapatan ekonomi masyarakat.
Menurut data Departemen Kehuta­nan pada tahun 2001, kebutuhan madu di Indonesia diperkirakan lebih dari 2.200 ton pertahun, yaitu untuk meme­nuhi kebutuhan berbagai industri, mi­salnya, jamu, industri farmasi, kosme­tik, dan makanan dan minuman. Di ne­gara-negara maju, seperti Jepang, ting­kat konsumsi rata-rata 700 gram/orang/tahun; di negara-negara Eropa, ting­kat konsumsinya rata-rata 1.000 gram/per orang/ pertahun. Kondisi ini mem­buka peluang masyarakat dalam pe­ngusahaan madu, baik untuk kon­sum­si lokal maupun ekspor.
Sebelum pamitan pulang Sanusi se­m­­pat memberikan sebuah pesan, “U­­­­sa­­ha madu itu bisnis yang men­jan­ji­kan, apalagi saat bunga-bunga berme­ka­ran.” [].

3 comments:

Wima Harsono said...

apa pk sanusi masih ternak lebah sampai sekarang..?

zombie's world said...
This comment has been removed by the author.
zombie's world said...

Berapa harga madu perliter nya ya?