Tuesday, March 13, 2007

LPM Untan, Dulu, Kini, dan Mendatang: Sebuah Catatan perkembangan LPM Untan

Oleh: Heriyanto

Suatu hari di penghujung April, bangunan aula di pojok utara Universitas Tanjungpura yang terletak persis di jalan Imam Bonjol, tampak ramai. Sejumlah mahasiswa hadir di dalam ruangan itu. Di dalamnya terbentang spanduk yang bertuliskan: “MUBES I LPM UNTAN: Mempertajam Profesionalitas Insan Persma Demi Percepatan Proses Transformasi”. Di pojok kanan paling bawah tertulis tanggal 25 April 1999. Bangunan yang masih satu atap dengan magister ilmu hukum untan itu menjadi saksinya. Sejak saat itu, sejarah baru perkembangan pers mahasiswa di Universitas Tanjungpura dimulai.
Hari itu, menjadi sejarah berdirinya Lembaga Pers Mahasiswa Universitas Tanjungpura atau disingkat LPM Untan, lembaga pers mahasiswa pertama di Kalbar. Mursalin- kini bekerja sebagai redaktur di Harian Pontianak Post- terpilih sebagai ketua umumnya. Mursalin adalah satu dari beberapa penggerak berdirinya LPM Untan.
“Keinginan kami waktu itu, Mimbar Untan tidak hanya menerbitkan sebuah media yang ansich. Kami ingin ada sebuah institusi pers mahasiswa yang tidak hanya menerbitkan sebuah koran, tetapi juga menggalakkan berbagai aktivitas yang terkait dengan dengan pers, baik berupa diskusi, seminar, atau segala macam kegiatan yang konsen untuk membahas tentang jurnalistik yang terkait dengan dengan visi pers mahasiswa,” kata Mursalin . Beberapa nama penggerak berdirinya LPM Untan-sebelumnya bernama Mimbar Untan- antaralain Faisal Riza, Bambang, Markani, Sutarman, dan Juni Armanto. Mereka rajin menggelar diskusi rutin untuk mempersiapkan pembentukan LPM Untan.
Pada tahun 1998, kesempatan mengikuti kongres PPMI yang di Jombang, Jawa Timur, dimanfaatkan untuk melakukan studi banding ke beberapa universitas di Surabaya, Yogya, dan Bandung. Mereka mempelajari AD/ART media kampus yang mereka kunjungi. “Setelah pulang ke Kalimantan, apa yang didapatkan dari hasil studi banding itu coba untuk diterapkan pada mimbar untan. Pada mubes I, sedikit banyak juga referensinya adalah AD/ART dari pers kampus di Jawa sana,” ujar mursalin.
Satu hal yang menguntungkan saat itu adalah masa transisi antara rektor lama, Mahmud Akil, yang digantikan, purnamawati. Sehingga, ada celah-celah untuk segera membentuk lembaga pers yang dikelola langsung oleh mahasiswa. “Memang, saat itu, sulit untuk mengkritisi kebijakan rektorat. Karena itu, teman-teman tidak ingin terkungkung dalam kisaran kekuasaan rektorat. Sehingga kemudian muncul pemikiran untuk membentuk LPM,” kata Faisal Riza-kini aktif di Lembaga Studi Arus Informasi Regional Kalbar, serta JARI Borneo Barat.
Atas berbagai desakan, akhirnya rektorat menyetujui Mimbar Untan dikelola sepenuhnya oleh mahasiswa.
Pada awal kepengurusan periode pertama, banyak kendala yang dialami. Diantaranya, keaktifan pengurus untuk menulis masih sangat kurang. “Kalau sekedar untuk kumpul-kumpul sih aktif, tapi untuk menulis masih sangat kurang,” jelasnya. Namun, satu hal yang menurutnya cukup membanggakan adalah semangat pengurus untuk mengembangkan lembaga.
******
Sejarah perjalanan Pers Kampus di Untan cukup panjang. Tepat tanggal 28 Agustus 1982, Rektorat Untan melalui Humasnya menerbitkan “Suara Mahasiswa”. Keredaksianya sepenuhnya diisi oleh para dosen, yang direkrut oleh rektorat. Sementara segala pendanaan berasal dari dana kemahasiswaan yang dikelola rektorat untan.
Namun, dalam pemberitaannya cenderung berisi agenda dan kebijakan rektorat. Sementara porsi untuk kegiatan kemahasiswaan masih sangat kurang. Penampilan Suara Mahasiswa juga masih menyerupai selebaran dengan menggunakan kertas buram. Hal ini yang membuat suara mahasiswa kurang mendapat sambutan yang berarti di kalangan mahasiswa.
Akhirnya, Rabu, 1 Agustus 1984, “Suara Mahasiswa” berubah nama menjadi “Mimbar Untan”. Nama ini, kemudian, disingkat Miun. Panggilan ini pada awalnya hanya hanya berkembang pada intern institusi, akan tetapi lambat laun khalayak pembaca juga ikut menggunakan nama Miun. Sehingga sampai sekarangpun Mimbar Untan lebih akrab di panggil Miun.
Mimbar Untan, sama dengan suara mahasiswa masih dibagikan secara cuma-cuma kepada mahasiswa. Selain itu juga dibagikan kepada media kampus lain, serta institusi-insitusi lokal maupun nasional.
Sejak awal miun terbit hingga tahun 1990 hanya 8 halaman saja, dan durasi terbitnya dua mingguan. Memasuki awal era tahun 1990-an, Miun menambah halaman dari 8 halaman menjadi 12 halaman. Pada tahun 1992, karena keredaksian mengalami kendala masalah sumber daya manusia, dibawah Suradi Suwinangun, Miun merekrut mahasiswa untuk menjadi repoter. Masuknya mahasiswa menjadi awak redaksi, juga membawa perubahan pada terbitan miun, baik isi maupun corak tulisannya. Sementara itu, untuk lay out juga mengalami perubahan. Salah satu pemikiran penggantian itu adalah, banyaknya kiriman media kampus dari seluruh Indonesia yang cukup siginifikan untuk untuk mendorong media kampus untuk menjadi media yang lebih baik. Salah satu media yang sangat berpengaruh adalah Balairung UGM. Bahkan, bisa disebut, tulisan-tulisan di Mimbar Untan berkiblat pada majalah tersebut. Dari sinilah, kekritisan pemberitaannya mulai tampak. Tidak sekedar sebagai corong rektorat.
Di tingkat nasional, Mimbar Untan ikut bergabung dalam Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI), sebuah wadah perjuangan bersama antar elemen pers mahasiswa Indonesia. Sebagai utusan pertama Miun dalam kongres PPMI adalah Nur Iskandar, sekarang menjadi redaktur pelaksana harian equator.
*****
Banyak perubahan setelah Mubes Pertama LPM Untan. Yang paling menonjol adalah pada pengelolanya, tidak lagi dikelola oleh rektorat, namun sepenuhnya oleh mahasiswa. Dengan perubahan ini, secara struktural organisasi, LPM Untan telah menjadi unit kegiatan mahasiswa, yang berarti sangat otonom. Sementara pihak rektorat hanya sebagai mitra saja, bukan pada pengambil kebijakan.
Pada Februari 2005 yang lalu adalah mubes ketujuh LPM Untan. Terpilih sebagai ketua umumnya, Heriyanto, mahasiswa FKIP Untan 2002. Jumlah pengurusnya sekitar 20 orang.
Di usia yang terbilang masih sangat muda ini, LPM Untan masih perlu banyak belajar. Kendala yang dihadapi dalam kepengurusan, setiap tahun, tampaknya hampir sama, terutama masalah sumber daya manusianya. Setiap tahun, kader yang bisa direkrut dan mampu bertahan sangat sedikit. Katakanlah yang mendaftar ada 20 orang, namun yang mampu bertahan hanya 3-4 orang saja. Pada persoalan pengurus juga demikian. Karena berbagai alasan, banyak pengurus yang tidak aktif (non aktif).
Pada masalah struktural organisasi juga sering terjadi tumpang tindih. Bahkan tidak heran, dikenal istilah manajeman tusuk sate. Walau ada susunan kepengurusan, tetap saja manajemen kerjanya masih tumpang tindih. Sulit membedakan mana kerja pemimpin umum atau sekretaris, atau divisi lainnya. Kendala lainnya adalah pada percetakan. Ongkos percetakan masih relatif mahal, sementara kualitas cetakannya masih kurang baik.
Persoalan lainnya masalah Deadline. Seringkali keredaksian berulang kali melanggar deadline waktu yang telah tetapkan. Pembuatan timeline hanya ritual belaka. Sementara realisasinya memang tidak pernah ditepati.
Memang disadari, untuk membangun sebuah lembaga pers memang tidak mudah. Di Kalimantan Barat, pers kampus tidak banyak. Miun adalah satu-satunya media kampus masih bisa berdiri dan bisa menerbitkan media. Sementara untuk pers kampus lain, sulit berkembang. Dan lagi, di Kalimantan Barat, belum ada satu perguruan tinggipun yang memiliki jurusan publisistik.

Struktur kepengurusan LPM Untan
Seperti Unit Kegiatan Mahasiswa lainnya, LPM Untan terdiri atas Ketua Umum, Sekretaris Umum, dan Bendahara. Selain itu terdapat beberapa divisi, yaitu Divisi Penerbitan, Divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia, Divisi Penelitian dan Pengembangan, Divisi Perusahaan, dan Divisi Penyiaran. Susunan kepengurusan ini berbeda dengan susunan keredaksian.
Setiap divisi memang memiliki program kerja tersendiri. Divisi penerbitan mengurus penerbitan majalah, tabloid, dan civitas. Majalah terbit satu kali dalam setahun, tabloid setiap enam bulan sekali, sementara civitas 1 bulan sekali.
Litbang, hanya dikhususkan untuk membuat polling yang akan dimuat dalam tabloid dan majalah. Divisi PSDM, mengadakan diklat jurnalistik tingkat dasar. Pengurus juga sering dikirim untuk mengikuti pelatihan jurnalistik di luar Kalbar. Satu hal yang menarik, LPM untan memiliki produk tidak hanya di bidang percetakan saja, tetapi juga radio, divisi penyiaran ada radio untan voice 106,4 FM yang jangkauan siarannya sudah sampai 10 km. Radio ini mengudara mulai jam 12 siang sampai pukul 12 malam.
Sampai saat ini mimbar untan masih coba untuk terus belajar. Awal Agustus 2005, LPM Untan mendapat kesempatan untuk ikut menjadi panitia kegiatan Workshop Jurnalistik Pers Mahasiswa se Kalimantan yang dilaksanakan oleh Yayasan Pantau dan Harian Equator. **

No comments: