Tuesday, January 13, 2009

Geliat Self Publishing


Belakangan ini penerbitan buku di Pontianak mulai menggeliat. Kemunculan beberapa penerbit independent atau biasa disebut self publishing di Pontianak, cukup memberi ruang bagi para penulis lokal untuk menghasilkan karya. Tentu saja ini kabar gembira, mengingat selama ini dalam penerbitan buku masih condong pada “Jawa”. Sementara nuansa “Pontianak” sendiri belum banyak digarap dan dijadikan wacana.

Di Pontianak ada beberapa self publishing yang cukup intens dalam penerbitan buku, sebut aja Pijar Publishing, Literer Khatulistiwa, dan Kitara Creativision. Meski tentu saja frekuensi penerbitannya masih kalah ketimbang kota lain yang selama ini jadi “induk” perbukuan di Indonesia, tapi semangat mereka dalam menghasilkan karya cukup menggembirakan. Beragam tema digelontorkan, mulai dari novel, antologi cerpen  dan puisi hingga biography.


Maraknya penerbitan buku ini memberi harapan pada penulis lokal. Setidaknya bagi mereka yang selama ini sudah menulis dan ingin menerbitkan bukunya namun terkendala pada urusan teknis penerbitan.

Pay Jarot Sujarwo dari Pijar Publishing mengatakan, selama ini penerbitan buku masih berkiblat pada kota-kota seperti Jakarta, Bandung maupun Jogja. Sementara penerbit besar yang bersarang di kota-kota tersebut tampaknya masih enggan untuk menerbitkan karangan penulis-penulis lokal. “Sangat jarang ada penerbitan tingkat local yang secera intens menerbitkan buku. Untuk penerbitan majalan memang sudah ada, namun untuk penerbitan buku boleh dibilang sangat langka,” ujar Pay.

Atas pemikiran itu, Pay mendirikan Pijar Publishing pada 2005, sepulangnya ia dari Jogja. “Ini kegelisahan dirinya pribadi saya,” Pay berujar. “Waktu di Jogya saya pelajari, banyak teman-teman yang menulis dan menerbitkan sendiri bukunya. Ini terbukti efektif dan menghasilkan banyak karya. Saya coba terapkan itu di Pontianak.”

Menerbitkan buku pada penerbit besar memang diingikan banyak penulis. Tapi menurut Pay penulis justru sering dirugikan penerbit besar, misalnya saja pada soal royalty. “Para penulis yang punya naskah biasanya akan mencari penerbit dan menawarkan naskah tersebut. Kalau diterima, ya penulis dapat royalti dari sekian persen penjualan. Masalahnya seringkali penerbit tidak jujur berapa jumlah penjualannya. Penjualan besar dibilang kecil, itu khan merugikan penulis.”

Selain itu banyak pula naskah yang ditolak penerbit. Maka mulai 2000an mulai muncul banyak penulis yang coba menerbitkan sendiri buku-buku mereka. Yang paling banyak adalah di Jogjakarta. Buku-buku ini juga didistribusikan sendiri oleh mereka. Bila selama ini ada semacam ketergantungan bahwa menulis buku mesti pada penulis besar, hal ini kemudian mulai bergeser. Setiap orang bisa menulis dan menerbitkan sendiri buku mereka.

Penerbitan independent juga berkembang berbagai daerah. Termasuk di Pontianak yang juga dipengaruhi kondisi penerbitan di Jawa. Selain Pay Jarot Sujarwo ada juga Ahmad Sofian, salah satu penulis yang cukup intens untuk menerbitkan buku secara independent. Di bawah payung Literer Khatulistiwa, Ahmad Sovian menerbitkan berbagai buku.

Ahmad Sofian yang mengedarkan buku secara underground baik dor to dor maupun pada sahabat dan kenalannya. Meski dengan tenaga satu dua orang saja dia coba menerbitkan buku yang layak dibaca. Ada sastra, kritik sosial, hingga politik. Pay Jarot Sujarwo adalah generasi penerbit independent setelah Ahmad Sofian. Pay terkenal lewat buku Pontianak Undercover. Pay juga menulis banyak judul lain.Pay mengaku, menerbitkan buku secara inpenden ini punya kendala dalam hal pendanaan. Setidaknya bila ini menerbitkan buku mereka harus punya modal untuk mencetak buku itu.

Di Pontianak sudah ada percetakan, hanya saja secara kualitas masih jauh dari yang diharapkan. Karena itu Pay masih lebih suka mencetak buku di Jogja. “Biaya penerbitan di sana lebih murah. Hanya saja biaya transport yang masih mahal,” ungkap Pay. Namun kendala dana ini tak membuat orang seperti Pay Jarot ini berhenti berkarya.

Menurut Pay, potensi kepenulisan di Pontianak masih sangat besar dan belum begitu optimal tergarap. Ada banyak penulis lokal yang punya bakat menulis namun belum sepenuhnya tergarap dengan baik. Dia berharap tidak hanya satu dua penerbitan saja yang ada ada di pontianak. semakin banyak orang yang peduli terhadap kondisi perbukuan di Pontianak ini akan semakin baik. Ini akan semakin memacu kecintaan orang pada buku.

Kecintaan pada buku ini akan semakin memacu kreativitas. Tentu kita berharap kondisi penerbitan buku di Pontianak akan semakin membaik. Orang-orang seperti Pay dan kawan-kawan layak diberi penghargaan. Mereka-lah Man Of The Year sesungguhnya.

No comments: