Belakangan ini penerbitan buku di Pontianak mulai
menggeliat. Kemunculan
beberapa penerbit independent atau biasa disebut self publishing di Pontianak,
cukup memberi ruang bagi para penulis lokal untuk menghasilkan karya. Tentu
saja ini kabar gembira, mengingat selama ini dalam penerbitan buku masih
condong pada “Jawa”. Sementara nuansa “Pontianak ”
sendiri belum banyak digarap dan dijadikan wacana.
Di
Pontianak ada beberapa self publishing yang cukup intens dalam penerbitan buku,
sebut aja Pijar Publishing, Literer Khatulistiwa, dan Kitara Creativision. Meski
tentu saja frekuensi penerbitannya masih kalah ketimbang kota
lain yang selama ini jadi “induk” perbukuan di Indonesia , tapi semangat mereka
dalam menghasilkan karya cukup menggembirakan. Beragam tema digelontorkan,
mulai dari novel, antologi cerpen dan puisi hingga biography.
Maraknya
penerbitan buku ini memberi harapan pada penulis lokal. Setidaknya bagi mereka
yang selama ini sudah menulis dan ingin menerbitkan bukunya namun terkendala
pada urusan teknis penerbitan.
Pay
Jarot Sujarwo dari Pijar Publishing mengatakan, selama ini penerbitan buku
masih berkiblat pada kota-kota seperti Jakarta , Bandung maupun Jogja.
Sementara penerbit besar yang bersarang di kota-kota tersebut tampaknya masih enggan
untuk menerbitkan karangan penulis-penulis lokal. “Sangat jarang ada penerbitan
tingkat local yang secera intens menerbitkan buku. Untuk penerbitan majalan
memang sudah ada, namun untuk penerbitan buku boleh dibilang sangat langka,”
ujar Pay.
Atas pemikiran
itu, Pay mendirikan Pijar Publishing pada 2005, sepulangnya ia dari Jogja. “Ini
kegelisahan dirinya pribadi saya,” Pay berujar. “Waktu di Jogya saya pelajari,
banyak teman-teman yang menulis dan menerbitkan sendiri bukunya. Ini terbukti
efektif dan menghasilkan banyak karya. Saya coba terapkan itu di Pontianak .”
Menerbitkan
buku pada penerbit besar memang diingikan banyak penulis. Tapi menurut Pay
penulis justru sering dirugikan penerbit besar, misalnya saja pada soal
royalty. “Para penulis yang punya naskah
biasanya akan mencari penerbit dan menawarkan naskah tersebut. Kalau diterima,
ya penulis dapat royalti dari sekian persen penjualan. Masalahnya seringkali
penerbit tidak jujur berapa jumlah penjualannya. Penjualan besar dibilang
kecil, itu khan merugikan penulis.”
Selain
itu banyak pula naskah yang ditolak penerbit. Maka mulai 2000an mulai muncul
banyak penulis yang coba menerbitkan sendiri buku-buku mereka. Yang paling
banyak adalah di Jogjakarta .
Buku-buku ini juga didistribusikan sendiri oleh mereka. Bila selama ini ada
semacam ketergantungan bahwa menulis buku mesti pada penulis besar, hal ini
kemudian mulai bergeser. Setiap orang bisa menulis dan menerbitkan sendiri buku
mereka.
Penerbitan
independent juga berkembang berbagai daerah. Termasuk di Pontianak yang juga
dipengaruhi kondisi penerbitan di Jawa. Selain Pay Jarot Sujarwo ada juga Ahmad
Sofian, salah satu penulis yang cukup intens untuk menerbitkan buku secara
independent. Di bawah payung Literer Khatulistiwa, Ahmad Sovian menerbitkan
berbagai buku.
Ahmad
Sofian yang mengedarkan buku secara underground baik dor to dor maupun pada
sahabat dan kenalannya. Meski dengan tenaga satu dua orang saja dia coba
menerbitkan buku yang layak dibaca. Ada
sastra, kritik sosial, hingga politik. Pay Jarot Sujarwo adalah generasi
penerbit independent setelah Ahmad Sofian. Pay terkenal lewat buku Pontianak
Undercover. Pay juga menulis banyak judul lain.Pay mengaku, menerbitkan buku
secara inpenden ini punya kendala dalam hal pendanaan. Setidaknya bila ini
menerbitkan buku mereka harus punya modal untuk mencetak buku itu.
Di
Pontianak sudah ada percetakan, hanya saja secara kualitas masih jauh dari yang
diharapkan. Karena itu Pay masih lebih suka mencetak buku di Jogja. “Biaya
penerbitan di sana
lebih murah. Hanya saja biaya transport yang masih mahal,” ungkap Pay. Namun
kendala dana ini tak membuat orang seperti Pay Jarot ini berhenti berkarya.
Menurut
Pay, potensi kepenulisan di Pontianak
masih sangat besar dan belum begitu optimal tergarap. Ada banyak penulis lokal yang punya bakat
menulis namun belum sepenuhnya tergarap dengan baik. Dia berharap tidak hanya
satu dua penerbitan saja yang ada ada di pontianak .
semakin banyak orang yang peduli terhadap kondisi perbukuan di Pontianak ini akan semakin baik. Ini akan
semakin memacu kecintaan orang pada buku.
Kecintaan
pada buku ini akan semakin memacu kreativitas. Tentu
kita berharap kondisi penerbitan buku di Pontianak
akan semakin membaik. Orang-orang seperti Pay dan kawan-kawan layak diberi
penghargaan. Mereka-lah Man Of The Year sesungguhnya.
No comments:
Post a Comment