Sedang asyik mengetik, tiba-tiba layar monitor mati. Listrik padam. Hampir-hampir saja seluruh perbendaharaan kata-kata sarkas keluar dari mulutku, jika bukan karena ini bulan puasa. Beberapa waktu ini padamnya listrik di kota Pontianak sudah keterlaluan. Tak kenal waktu. Tak kenal situasi dan kondisi. Pagi, sore, bahkan sampai malam hari. Padahal saat ini sedang bulan puasa. Bulan puasa bagi umat Islam adalah bulan yang disucikan. Di bulan ini umat muslim berlomba-lomba beribadah. Sebagian besar aktivitas ibadah dilakukan di malam hari, yang tentu saja sangat membutuhkan energi listrik.
Banyak orang yang mengeluh karena tidak bisa beribadah dengan tenang. Ibu-ibu mengeluh karena matanya tidak awas saat membaca huruf-huruf alquran. Di masjid mikropon tak bisa digunakan sehingga suara ajan tak terdengar. Salat tarawih juga terganggu, apalagi saat ada acara ceramah atau kultum. Lebih-lebih pada saat sahur. Ibu-ibu harus gelap-gelapan menyiapkan makanan untuk makan sahur. Makan sahur di pagi hari yang biasanya tidak bersemangat tambah tak bersemangat karena gelap. Untung-untungan kalau tidak keliru mengambil makanan.
Beberapa hari yang lalu ada kabar sebuah rumah hangus terbakar. Sumber kebakarannya lilin. Sebagai pengganti penerangan di malam hari ketika listrik padam, masyarakat lebih suka menggunakan lilin yang lebih mudah dipakai. Tapi bila tidak hati-hati, lilin bisa menghanguskan rumah. Seperti kejadian kemarin itu.
Problem kelistrikan di kota Pontianak sudah terjadi beberapa bulan ini. Alasannya, daya listrik yang dihasilkan oleh PLN tidak mencukupi untuk kebutuhan seluruh kota. Untuk itu PLN mengurangi konsumsi Listrik dengan memadamkan sebagian aliran listrik sebagian pelanggan. Awalnya dibuat jadwal pemadaman secara bergilir, pemadaman hanya seminggu sekali. Namun belakangan hal ini tidak berlaku. Pemadaman listrik tak lagi mengenal jadwal. Bahkan di suatu tempat bisa terjadi pemadaman setiap harinya. Ini jadi persoalan. Karena pemakaian listrik tidak hanya untuk konsumsi rumah tangga saja. Banyak usaha-usaha produktif yang tergantung pada listrik. Industri kecil, menengah, bahkan sampai industri besar mengandalkan energi listrik agar bisa berproduksi. Pemadaman listrik tentu saja sangat mengganggu aktivitas produksi. Dan itu berarti membuat omset mereka berkurang. Hal ini berakibat juga pada kesejahteraan orang-orang yang tergantung pada indsutri itu. Mungkin saja ada orang yang terpaksa libur kerja karena setiap hari listrik padam. Banyak juga home industri yang tergantung pada listrik. Ibu-ibu pembuat kue, bapak-bapak tukang las, atau sekadar tukang sablon.
Saya sendiri sangat tergantung pada computer untuk menulis artikel atau tugas-tugas lain. Saya bisa bekerja bila computer menyala. Dan tentu saja bila listrik tidak padam. Bisa tanpa listrik, namun harus menggunakan UPS. Namun itu hanya mampu bertahan beberapa menit saja. saya akan kelimpungan bila saya tidak bisa bekerja.
Biasanya litrik padam mulai pukul 06.00 pagi hingga 17.00. Itu artinya ada 11 jam waktu saya terbuang. Selama itu pula saya jadi tidak produktif karena tidak ada tulisan yang bisa dibuat. Bila dikalikan orang yang seperti saya ini di kota Pontianak ada 1000 orang, berarti pula 1000 orang itu juga tidak produktif. Dan bila kita kalikan lagi dengan ibu-ibu pembuat kue, bapak-bapak tukang las, atau tukang sablon di seluruh kota pontianak, berapa kerugian yang terjadi? Penurunan produksi akan berpengaruh terhadap perkembangan kota pontianak, bahkan Kalbar. Pembangunan Kalbar juga terhambat. Tidak hanya di bidang ekonomi saja di bidang pendidikan akan mundur. Sekolah-sekolah terganggu karena mereka tidak mengoperasikan computer untuk praktikum, tak bisa melakukan eksperimen karena ruang lab gelap dan tak bisa menggunakan alat-alat Bantu pembelajaran.
Kalbar yang terpuruk ini akan lebih terpuruk lagi bila masalah kelistrikan ini tidak segera diatasi. Stake holder terkait perlu segera mencari solusinya. Dan itu butuh kerja keras. Jangan hanya berpangku tangan saja. Jangan sampai untuk menulis satu tulisan pendek ini saja saya tak bisa.
Sebuah Catatan Dalam Ruang Sempit: Karena Kebenaran Tak Bisa Menunggu Untuk Diperjuangkan
Sunday, September 30, 2007
Tuesday, September 11, 2007
Negarawan dalam Konsepsi Plato
Oleh
Heriyanto
Politik
tak selamanya jelek, walau tak selamanya baik. Namun siapa pun yang menyangka
bahwa politik pada awalnya adalah hal yang memuakkan, tentu keliru. Plato orang
yang paham akan hal ini. Dalam uraian yang mengejutkan yang saya baca dari buku
Bertrand Russel, Sejarah Filsafat Barat, Plato tak membicarakan politik sebagai
yang memuakkan itu, namun hal yang indah dan menawan.
Politik
bagi Plato adalah sebuah keluhuran, bahkan menjadi karya kreatif yang indah dan
bernilai seni. Semua ilmu pada akhirnya akan melayani politik, demi sebuah
kepentingan yang lebih luas: kesejahteraan rakyat. Politik dibutuhkan, karena
manusia butuh sebuah tata dalam bernegara. Dan itu mengisaratkan satu hal:
politik adalah keniscayaan, dan tidak semestinya ditolak, diharamkan.
Subscribe to:
Posts (Atom)